Adik iparku, Suamiku

TREK... TREK ... TREK ...

Aku mendengar bunyi ketukan pada pagar besi rumahku yang telah terkunci.

Setiap menjelang maghrib aku memang selalu mengunci pintu pagarku karena hanya tinggal sendirian di rumah. Suamiku sehari-hari berkerja di sebuah BUMN bidang energi di Jakarta dan hanya ada di Bandung Jum'at malam sampai hari Minggu.

Oh iya, perkenalkan namaku Ina, pada saat kejadian ini umurku sekitar 33 tahun. Walaupun aku sudah menikah sekitar 10 tahun tapi belum punya anak sehingga sehari-hari aku praktis sendirian di rumahku. Ironisnya aku memutuskan menikah dengan suamiku ini justru karena aku hamil sebelum menikah walaupun kemudian digugurkan. Aku sendiri bekerja sebagai sekretaris direksi di sebuah pabrik karpet yang cukup besar di Bandung Selatan.

Untuk melihat siapa yang datang, aku coba intip melalui tirai ruang tamu. Ternyata yang datang adalah Yanto adik iparku, suami dari adikku yang nomor tiga. Sebelumnya ibuku memang sudah menelepon bahwa ada barang untukku yang dititipkannya kepada adik iparku ini, sehingga sewaktu-waktu akan diantarkan olehnya ke rumah.

Aku segera membuka pintu rumah untuk membuka gembok pintu pagar supaya adik iparku bias masuk. Saat itu sebenarnya aku sudah mengenakan daster rumah yang cukup longgar dengan tangan terbuka tanpa memakai bra lagi di dalamnya karena memang tidak menyangka akan ada tamu malam ini. Tapi karena aku pikir yang datang adalah adikku iparku sendiri maka aku merasa tidak perlu ganti baju dulu seperti yang biasa aku lakukan kalau ada tamu-tamu lainnya.

"Yanto, apa kabar ? “

“Maaf pintunya sudah di kunci, kamu tau kan Ina hanya tinggal sendiri”

“Kamu langsung dari kantor ?" Berondongku pada adik iparku sambil tanganku berusaha membuka kunci gembok pintu pagar.

"Iya nih, saya bawa titipan ibu dari Jakarta buat Ina" Jawab adik iparku sambil masuk dan kemudian membantu menutup dan mengunci kembali pintu pagarnya.

Aku kemudian mempersilahkannya masuk ke ruang tengah karena tadi aku sedang menonton suatu acara di TV dan tidak ingin ketinggalan kelanjutannya. Pintu ruang tamu di depan tetap aku buka, seperti yang biasa aku lakukan kalau menerima tamu laki-laki. Maklumlah aku tinggal sendiri, sehingga aku tidak ingin jadi omongan dan kecurigaan tetangga lainnya kalau kebetulan ada yang melihatnya. Jadi walaupun yang datang adalah adik iparku sendiri, aku tetap menjalankan "aturanku" itu.

"Mau minum apa Yan ? Teh atau kopi ? Jangan menolak ya, kan udah repot-repot datang ke ujung dunia" Aku menawarkan minum sambil tersenyum.

Rumahku memang ada di daerah by-pass, sehingga cukup jauh bagi Yanto untuk datang ke rumah dari kantornya yang di tengah kota pada jam pulang kantor yang macet.

"Kopi aja deh ..." Jawab Yanto pendek sambil menghempaskan diri duduk di sofa di mana aku sebelumnya duduk menonton TV.

Yanto badannya tinggi besar, sekitar 180 cm dengan berat badan mungkin sekitar 80 Kg, umur sekitar 2 - 3 tahun lebih muda dariku dan wajah di atas rata-rata. Aku sendiri cukup mungil dengan tinggi kurang dari 160 cm dan berat badan sekitar 40 Kg. Hal lainnya yang kontras adalah, Yanto berkulit coklat dengan bulu-bulu yang lebat di badannya, sedangkan aku berkulit kuning langsat.

Berbeda dengan suamiku yang pegawai negeri, Yanto adalah seorang pengusaha yang ulet membangun usahanya sendiri mulai dari nol. Walaupun kami jarang bertemu (seringnya hanya di arisan keluarga dan kumpul-kumpul hari raya), tapi Yanto selalu menjadi teman mengobrol yang menyenangkan karena wawasan dan pengalamannya yang sangat luas.

Kami duduk bersebelahan di sofa sambil mengobrol tentang banyak hal dan nonton TV, sekali-sekali aku bangkit dari kursi untuk mengambil kue-kue maupun tambahan minum baik buat aku sendiri maupun buat Yanto. Setiap kali aku menaruh atau mengambil barang di meja, posisiku selalu berdiri menunduk menghadap Yanto karena posisi meja yang cukup rendah.

Sampai pada satu saat ketika sedang menunduk lagi, tanpa sengaja mataku melirik ke arah Yanto dan melihat ekspresi yang aneh dari Yanto, terutama saat memandang ke arah baju bagian atasku. Sehingga secara otomatis akupun ikut melihat ke arah yang dipandangi oleh Yanto itu.

Ya ampun … ternyata selama ini setiap aku menunduk seluruh payudaraku yang polos tanpa bra terpampang dengan jelas menggantung bebas melalui leher dasterku yang memang sangat lebar dan longgar. Payudaraku tidak lah besar, tetapi masih sangat padat dan terawat baik dengan putingnya yang masih kecil berwarna coklat terang. Mungkin karena tidak pernah dipakai menyusui anak.

Seketika itu juga aku menjadi merasa salah tingkah, jadi aku coba kembali duduk di sebelah Yanto sambil menunduk dengan muka yang merah padam karena rasa malu yang amat sangat.

Belum lagi rasa maluku itu hilang, tiba-tiba Yanto memelukku dari depan sambil mencoba mencium bibirku dengan nafas yang sedikit memburu dan membuatku terdorong ke posisi setengah berbaring di sofa.

“Yantooo … Apa yang kamu lakukan ?!” Kataku setengah berteriak dan mencoba mendorong tubuh Yanto yang sudah setengah menindihku.

Yanto sama sekali tidak menjawab, hanya nafasnya yang makin memburu berusaha mencium bibirku terus menerus. Karena aku selalu memalingkan muka setiap kali akan dicium, maka Yanto mengalihkan ciumannya ke telinga dan leher sambil tangannya mulai meremas-remas payudaraku dari luar daster.

“Yanto jangan …!!!” Itu saja yang bisa aku katakan berulang-ulang dengan suara teriakan yang tertahan sambil kedua tanganku berusaha berontak menjauhkannya dari tubuhku.

Aku sama sekali tidak berani berteriak keras-keras karena dengan pintu depan yang terbuka justru jadi merasa takut terdengar tetangga dan membuat masalahnya jadi tambah runyam karena melibatkan adik iparku sendiri.

Sebaliknya keraguanku itu rupanya membuat Yanto menjadi semakin berani dan mencoba menurunkan bagian atas dasterku supaya bisa meremas payudaraku secara langsung. Tentu saja aku juga melawan dengan sekuat tenaga mencegah tangannya untuk bergerak lebih jauh. Tapi tenaganya ternyata jauh lebih besar sehingga akhirnya …....

“BREEEET …. !” Dasterku robek sampai ke bagian perut sehingga memperlihatkan seluruh bagian atas tubuhku.

Saat itu juga aku benar-benar mengalami syok sampai seluruh badanku menjadi lemas dan gemetaran. Akibatnya tanpa kesulitan Yanto kemudian bisa melorotkan dasterku ke arah bawah sekaligus melepaskan celana dalamku. Dalam sekejap saja Yanto telah membuatku benar-benar dalam keadaan telanjang bulat, tanpa sehelai benangpun lagi yang bisa menutupi tubuhku.

Aku meringkuk tidak berdaya di sofa yang terpikir olehku hanyalah berusaha sebisa mungkin menutupi tubuhku dengan kedua tanganku dan mulai menangis. Melihat aku menangis sikap Yanto berubah menjadi lebih lembut walaupun tetap tidak bekata sepatahpun dan dengan hati-hati dia kemudian membopongku ke kamar tidur. Setelah membaringkanku di tempat tidur, Yanto mulai membuka bajunya satu persatu sambil tetap berdiri menatapku di samping tempat tidur.

Setelah bajunya terlepas semua, Yanto kembali menyingkirkan tanganku yang menutupi payudara dan kemaluanku kemudian menindihku dengan tubuhnya yang tinggi besar. Dengan menggunakan tekanan kedua pahanya, Yanto memaksaku membuka kedua pahaku lebar-lebar. Yanto kembali menciumi bibirku, tapi aku tetap menghindar dengan memalingkan mukaku setiap kali bibirnya datang. Ciumannya dialihkan lagi mulai dari leherku sampai ke payudaraku dan mengulum-ngulum putingnya sedangkan payudara yang lain dia mainkan dengan tangannya. Di bagian bawah, kemaluanku yang terkangkang lebar, otomatis bergesekan dengan perutnya yang ditumbuhi bulu-bulu.

Rasa geli yang aneh mulai menyerangku dan jantungku mulai berdegup kencang walaupun aku tetap berusaha mendorong badannya yang tinggi besar itu dengan kedua tanganku.

Karena perlawananku sama sekali tidak berhasil akhirnya aku mulai putus asa dan menyerah, badanku mulai terasa lemas kelelahan karena telah berusaha berontak. Kedua tanganku akhirnya kubiarkan tergeletak di samping badanku dengan pasrah dan aku hanya bisa memejamkan mata sambil berurai air mata. Walau pun begitu entah kenapa pikiranku tetap mengikuti setiap tindakan Yanto pada tubuhku, sehingga setiap sentuhan dan ciuman Yanto malah semakin terasa olehku.

Perlakuan Yanto yang jauh lebih lembut dari sebelumnya membuat rasa takut dan kagetku pelan-pelan mulai mereda, berganti dengan rasa geli dan nikmat akibat ciuman-ciuman dan sentuhan-sentuhannya.

Setelah puas mengulum-ngulum puting payudaraku, ciuman dan jilatan Yanto mulai mengarah ke bagian bawah tubuhku. Akhirnya mulut Yanto sampai juga ke kemaluanku, terasa lidahnya yang besar dan kasar tapi hangat mencoba membuka belahan kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu yang selalu kucukur rapi, sedangkan kedua tangannya masih tetap sibuk meremas kedua payudaraku.

Tanpa sadar tanganku mulai meremas-remas kain sprei tempat tidur karena mulai tidak tahan dengan gelombang serangan rasa nikmat yang makin besar aku rasakan sampai membuat kedua lututku terasa bergetar.

Yanto kemudian menggunakan tangannya untuk membuka bagian luar bibir kemaluanku sehingga lidahnya lebih bebas lagi mejilati bagian dalam kemaluanku. Kontur lidahnya yang kasar seolah-olah menggosok-gosok permukaan dalam vaginaku, mempercepat efek rangsangan yang mulai mempengaruhiku.

Aku mulai gelisah karena ada sesuatu yang terasa meledak ledak dari dalam sehingga tanpa terasa aku mulai menggerakkan mukaku ke kiri kanan mengikuti irama jilatan lidah Yanto yang semakin agresif memasuki kemaluanku.

Bukan hanya bibir dalam kemaluanku saja yang dijilatinya, tapi klitoriskupun tidak terlewat dimainkan dengan lidahnya. Entah bagaimana lidah Yanto juga kurasakan bisa menerobos ke dalam liang senggamaku yang mulai basah dan merekah.

Setelah puas dengan memainkan lidahnya, Yanto mulai memasukkan satu jari tangannya ke dalam liang senggamaku yang sudah semakin basah sedangkan bibir dan lidahnya mulai menghisap-hisap klitorisku. Tanpa malu-malu lagi aku mulai bereaksi dengan mengangkat pantatku setiap kali jari Yanto menusuk masuk ke dalam liang senggama.

Satu jari … dua jari … dan akhirnya tiga jari Yanto yang meliuk-liuk di dalam liang senggamaku membuatku melambung ke awang-awang. Jari-jari Yanto bukan hanya menusuk, tapi juga menyentuh, menggesek dan menekan bagian dalam liang senggamaku yang sangat sensitif menimbulkan sensasi nikmat yang hebat.

"AAAAAAAAAHHHHHhhhhhh….." Tanpa sadar aku mengeluarkan lenguhan yang cukup kencang saat aku mencapai orgasmeku yang pertama !

Kenikmatan orgasme telah membuat aku lupa bahwa saat ini aku sedang diperkosa oleh adik iparku sendiri. Bahkan tanpa sadar aku memegang kepala Yanto yang sedang mengisap klitorisku dan menekannya setiap kali gelombang orgasmeku datang, seakan-akan memberi isyarat supaya Yanto jangan menghentikan aktivitasnya yang mendatangkan gelombang rasa nikmat yang sedang kurasakan sekarang.

Aku sangat jarang mengalami orgasme kalau bersetubuh dengan suamiku sendiri, mungkin hal inilah yang membuatku cepat lupa diri saat Yanto berhasil memancing orgasmeku bahkan sebelum menyetubuhiku.

Sesaat kesadaranku benar-benar hilang, seluruh pikiranku dan perasaanku hanya dipenuhi oleh rasa nikmat dari hasil cumbuan paksa adik iparku sendiri. Samar-samar aku melihat Yanto sudah kembali berada di atas tubuhku, kedua kakiku direntangkannya lebar-lebar dan sedang bersiap-siap akan memasukkan penisnya ke dalam kemaluanku.

Perlahan-lahan aku merasakan sebuah benda yang besar dan lunak mulai memasuki liang senggamaku. Seketika aku menjadi tersadar dan secara refleks kuulurkan tanganku memegang pangkal batang penisnya yang masih tersisa di luar untuk menahannya masuk lebih jauh.

“Yyyanto a..a..aku i..ini masih ka..kakak kamu …” Kataku dengan tersendat karena menahan gejolak aneh yang kembali muncul saat merasakan kehangatan penisnya yang sudah setengah masuk di dalam liang senggamaku.

“Kita bukan saudara kandung Na, jadi apa yang kita lakukan bukanlah incest” jawab Yanto dengan pelan tapi terdengar seperti mencoba meyakinkanku.

Entah mengapa jawaban Yanto tersebut terdengar olehku seperti jawaban yang melegakan buatku saat itu dan membuatku melepaskan pegangan tanganku dari pangkal penisnya. Tapi rupanya tindakanku tadi menyebabkan Yanto menunggu reaksiku karena walaupun penisnya sudah tidak kupegang lagi dia tidak melanjutkan penetrasinya.

Walaupun penis Yanto baru masuk setengahnya tetapi sudah terlanjur membakar gairah berahiku yang baru saja mengalami orgasme. Sehingga tanpa sadar aku memandang Yanto dengan tatapan memohon untuk segera menyetubuhiku karena tentu saja saat itu tidak mungkin aku memintanya secara terang-terangan. Selain itu dengan tanpa disadari otot-otot liang senggamaku pun mulai berkontraksi ‘meremas-remas’ penis Yanto.

Yanto rupanya bisa menangkap isyaratku itu, penisnya dengan lembut dia teruskan masuk memenuhi liang senggamaku yang masih sempit tapi sudah mulai basah akibat cairan orgasmeku yang tadi. Ada sedikit rasa sakit karena mungkin belum biasa dengan penisnya Yanto sehingga membuatku sedikit meringis menahan sakit tapi rasa nikmat yang lebih besar membuatnya menjadi tidak terlalu terasa.

Setelah seluruh penisnya masuk, Yanto tidak langsung memompa tapi membiarkan dinding-dinding kemaluanku berkontraksi menyesuaikan diri dengan ukuran benda asing yang baru dikenalnya ini. Ujung penis Yanto yang langsung bisa mencapai mulut rahimku menambah tinggi sensasi nikmat yang segera aku rasakan.

Sebelum sensasi itu habis, Yanto mulai menggerakkan pantatnya naik turun dengan sangat perlahan sehingga aku hampir bisa merasakan gesekan dari setiap tonjolan pada penisnya yang menghasilkan sensasi kenikmatan yang berbeda-beda pada pergerakannya di dalam liang senggamaku. Belakangan aku tahu bahwa penis Yanto saat ereksi dipenuhi dengan tonjolan urat-urat pembuluh darah yang membentuk seperti akar-akar pohon besar.

Aku mulai merasakan cairan kemaluanku makin banyak keluar tanpa aku bisa tahan lagi. Tanganku yang tadinya hanya meremas-remas seprei sekarang aku pindahkan memeluk pinggang Yanto sedangkan kedua kakiku menjepit pinggulnya. Aku juga mulai menyambut ciuman-ciuman Yanto di bibirku walaupun masih sangat canggung dengan permainan lidahnya di dalam mulutku, maklum lah selama ini suamiku hanya mencium bibirku tanpa ada permainan lidah.

Tidak sampai 5 menit kemudian aku sudah mulai mencapai orgasmeku yang kedua !

Kedua tanganku secara refleks memegang kedua belahan pantat Yanto yang sedang perlahan memompa dan menekannya keras-keras untuk memastikan orgasmeku tidak terputus karena perubahan posisi penis di dalam liang senggamaku. Kedua kakiku kemudian aku silangkan untuk membantu mengunci paha dan pinggulnya. Yanto rupanya mengerti aku kembali mendapat orgasme sehingga dia juga menekan penisnya lebih dalam lagi sampai beradu dengan mulut rahimku untuk menjaga puncak orgasmeku.

Setelah orgasme yang kedua ini aku kembali merasa lemas, sehingga aku biarkan saja saat Yanto mulai merubah posisi kakiku dan juga tubuhnya. Yanto mengambil posisi 1/2 berjongkok sedangkan kakiku dia naikkan ke atas bahunya sehingga lututku tertekuk hampir menyentuh payudaraku. Dalam posisi ini aku jadi bisa melihat kemaluanku sendiri dengan penis yang tertancap ke dalam liang senggamaku.

Yanto mulai mengayunkan pantatnya lagi, walaupun masih pelan tetapi karena dalam posisi jongkok ayunannya menjadi terasa lebih panjang, cepat dan keras. Setiap kali penisnya terayun masuk aku merasakannya seolah-olah penis itu dapat menghujam menembus rahimku sampai keulu hati. Pelan pelan tapi pasti hasrat berahiku segera bangkit kembali dan aku mulai berani mengeluarkan suara lenguhan kenikmatan walaupun masih pelan. Melihat hal itu Yanto mulai memompa dengan lebih cepat sampai membuat seluruh badanku terguncang-guncang dengan kerasnya.

“CROK…CROK… CROK … CROK … CROK …” terdengar bunyi becek yang keras akibat cairan kemaluanku beradu dengan pangkal penisnya saat dipompa masuk.

Dari sudut mataku aku melihat cairan dari kemaluan itu sampai berbuih-buih membasahi bulu-bulu kemaluanku, perutku serta bulu-bulu penis dan perut Yanto bagian bawah.

Kali ini kenikmatan yang aku rasakan sedikit bercampur sensasi rasa ngilu membuat aku mulai mencakar-cakar punggung Yanto setiap kali dia melakukan ayunan yang lebih dalam.

Keringatku mulai bercucuran dengan derasnya demikian juga keringat Yanto mulai menetes ke atas tubuhku, malah lubang pusarku berubah menjadi danau kecil penampungan keringat kami berdua. Yanto mulai menurunkan kecepatan pompaannya dan merubahnya menjadi ayunan pelan yang panjang sehingga setiap kali penisnya masuk ke dalam badanku rasanya ikut terangkat dan payudaraku terguncang-guncang.

“OOOOOOOOOOOOHHHHHHHHhhhhhhhh ….” Akhirnya aku tidak tahan lagi untuk mengeluarkan lenguhan panjang yang keras saat mendapat orgasmeku yang ketiga sambil mencakar pantatnya untuk melampiaskan kenikmatan luar biasa yang aku rasakan.

Yanto membiarkan aku menikmati orgasmeku dengan memutar-mutar penisnya di dalam liang senggamaku yang sudah sangat longgar karena aku sudah begitu lemasnya sehingga otot-otot kemaluanku sampai tidak sanggup lagi untuk mengimbangi serangan penisnya.

Pelan-pelan Yanto menurunkan kedua kakiku yang berada di atas bahunya dan tanpa mencabut penisnya dia merapatkan posisi kedua kakiku sehingga sekarang kedua kaki Yanto justru ada di sebelah luar menjepit kakiku. Posisi liang senggamaku otomatis tertarik ke atas mengikuti posisi penisnya yang sekarang menjadi lebih vertikal.

Rupanya Yanto sudah merasakan kemaluanku menjadi longgar sehingga mengurangi kenikmatan gesekan pada penisnya tapi dia mengerti bahwa aku sudah sangat lemas akibat tiga kali orgasme tadi. Dengan posisi ini otomatis kemaluanku dapat kembali menjepit penisnya karena dibantu otot paha dan otot pinggulku tanpa aku harus menggunakan otot-otot kemaluanku yang sudah kelelahan.

Seluruh badan Yanto sekarang menempel langsung pada bagian atas tubuhku sehingga aku bisa mencium langsung bau badannya dan keringatnya yang menimbulkan sensasi tersendiri buatku. Setelah kejadian ini aku menjadi sering mencium-cium ketiaknya saat kami berdua untuk mengingatkan aku pada pengalaman luar biasa hari ini.

Sambil menciumi telinga dan leherku, Yanto mulai memompa penisnya lagi dengan menggerakan pantatnya perlahan. Gerakan penis yang naik turun secara vertikal membuat aku merasakan seolah-olah penisnya Yanto bisa menghujam menembus sampai ke luar lubang anusku. Sedangkan pada saat Yanto menarik penisnya aku merasakan seluruh bibir labia minora-ku ikut tercerabut ke atas, sungguh sensasi rasa nikmat yang tidak terkira. Selain itu Yanto kadang-kadang sengaja menggesek-gesekkan payudaraku yang sudah sangat basah oleh keringat dengan dadanya yang bidang.

Tiba-tiba aku merasakan badan Yanto mulai mengejang beberapa kali dan penisnya juga mulai terasa berdenyut-denyut dengan keras di dalam liang senggamaku.

“INNNAAAA … se..sebentar lagi ss..saya sudah mau ke luar” ujarnya

“K.kamu mau saya keluarkan di dalam atau di luar ?” lanjutnya dengan nafas yang mulai memburu

“Di ..di… di dalam saja Yan” sahutku tersendat sendat tanpa pikir panjang lagi karena aku juga mulai merasakan gelombang orgasmeku yang ke empat kali akan datang, mungkin karena terpancing oleh rangsangan dari gelombang orgasmenya Yanto.

Untuk sesaat ada rasa takut akan hamil akibat hubungan ini sempat terlintas di benakku, tapi perasaan ingin mendapatkan kenikmatan persetubuhan yang lengkap dengan Yanto mengubur perasaan takut itu dengan cepat. Apalagi statusku yang sudah punya suami sudah tentu kalau tiba-tiba hamil bukan sesuatu yang aneh bagi orang lain.

Yanto mulai mempercepat gerakan penisnya dan mengangkat bagian atas badannya yang tadinya menempel pada tubuhku dengan bertumpu pada kedua tangannya. Sedangkan kedua lutut kakinya agak sedikit ditekuk untuk mempermudah gerakan penisnya. Gerakan penisnya makin cepat tapi mulai tidak teratur, tubuhnya juga mulai bergetar dengan kencang sedangkan aku sendiri sudah mulai dilanda gelombang awal orgasmeku yang ke empat.

Akhirnya tubuh Yanto mengejang dengan keras dan menancapkan penisnya dalam-dalam sambil berdenyut-denyut dengan liarnya.

"ARRRRRRRGHHHHHHHHH…" Yanto berseru tertahan

Aku merasakan adanya semprotan yang keras dan hangat dalam liang senggamaku; sekali, dua kali, tiga kali semprotan kuat yang diikuti belasan kali semprotan kecil sampai akhirnya berhenti setelah Yanto ambruk di atas tubuhku.

"YANTOOOOOO....OOOHHHHHHhhh" Aku ikut berteriak merasakan puncak orgasmeku sendiri yang datang bersamaan dengan ejakulasinya Yanto

Penisnya yang masih keras kadang-kadang berdenyut sendiri di dalam liang senggamaku menimbulkan rasa geli dan membuatku senyum-senyum kecil merasakannya sambil memeluk Yanto yang kelelahan diatas tubuhku.

Yanto kemudian mencium bibirku dengan lembut, kemudian sambil tersenyum dia menatapku dan berkata :

“Terima kasih Na, semoga kamu mau memaafkan saya …”

“Kamu nakal sekali sama kakakmu sendiri …” jawabku pendek dengan nada manja sambil membalas senyumnya. Tanpa terasa aku mengeluarkan air mata lagi, tapi kali ini bukan air mata ketakutan tapi justru air mata kenikmatan yang bercampur rasa sesal.

Entah mengapa, aku jadi lupa bahwa persetubuhan ini sebenarnya diawali dari perkosaan oleh adik iparku sendiri. Kenikmatan duniawi yang aku rasakan sekarang belum pernah aku dapatkan dari 10 tahun pernikahan dengan suamiku sendiri. Rasa kagum akan figur Yanto yang sangat berbeda dengan suamiku sendiri rupanya membuat aku sudah punya benih-benih simpati terhadap adik iparku yang pada akhirnya melancarkan proses “perkosaan” kali ini.

“AAAAAAAAAAAAAHHHH ….” Aku kembali melenguh lagi saat Yanto menarik penisnya dari kemaluanku dengan perlahan dan kemudian berbaring kelelahan di sebelahku.

Yanto kemudian menggerakan tangannya melingkari pundakku, aku menyambutnya dengan merapatkan badanku dan membenamkan kepalaku ke dalam dadanya. Sehingga tubuh telanjang kami kembali berpelukan dengat eratnya dan bisa saling mendengar denyut jantung masing-masing yang masih berdegup kencang.

Beberapa saat kemudian aku paksakan bangun dan melihat seprai tempat tidurku basah oleh keringat kami berdua, malah pada bagian dekat kemaluanku seperti terjadi genangan air yang merupakan campuran dari cairan kemaluanku dan juga sebagian sperma Yanto yang keluar lagi. Aku lihat labia minora kemaluanku seperti mengelembung kemerahan sehingga lobang kemaluanku masih menganga lebar dengan lelehan sperma di bibirnya.

Aku segera mengambil daster lain yang tergantung di kamarku terus membersihkan kemaluanku di kamar mandi sambil membawa handuk untuk Yanto yang masih bersimbah keringat di tempat tidur. Kemudian aku menutup dan mengunci pintu depan yang dibiarkan terbuka selama kejadian ini dan hati kecilku malah merasa bersyukur aku tidak berteriak keras saat Yanto memulai aksinya.

Sebelum Yanto pulang kami sempat bersetubuh lagi, tentu saja kali ini aku tidak memberikan penolakan seperti awal persetubuhan perdana kami. Yanto ternyata orangnya sangat telaten, sambil menyetubuhiku dia kadang menanyakan di mana saja titik-titik kenikmatanku yang selama ini aku sendiri tidak mengerti dan langsung dipraktekkan.

Sejak saat itu Yanto menjadi sering mengunjungiku atau mengajakku dalam perjalanan bisnisnya, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Hubungan kami hampir seperti pengantin baru, setiap ronde kami melakukannya minimal dua kali dan bila sedang menginap bersama bisa sampai empat kali dalam sehari. Rupanya aku tidak bisa hamil lagi walaupun Yanto telah berusaha “menyiramiku” dengan spermanya bertubi-tubi di masa suburku karena sangat ingin punya anak dariku padahal dari istrinya yang juga adikku dia mudah sekali mendapatkan beberapa anak.

Setahun setelah “diperkosa” Yanto, aku menuntut cerai kepada suamiku atas kemauanku sendiri walaupun tadinya aku sempat berpikir untuk mempertahankannya kalau Yanto berhasil menghamiliku. Tak lama kemudian Yanto memaksa untuk menikahiku sebagai istri keduanya, tentu saja tanpa sepengetahuan keluarga kami. Beberapa teman dekat kami yang sengaja diminta datang sebagai saksi pernikahan, awalnya merasa sangat kaget tapi akhirnya berusaha bisa menerimanya.

Hubunganku dengan adik iparku ini berlangsung terus sampai sekarang dan aku memang telah memilih menjadi istri dari adik iparku sendiri.




@



0 komentar:

Posting Komentar - Kembali ke Konten

Adik iparku, Suamiku